Beranda | Artikel
Surat Dari Garis Depan
Sabtu, 4 Desember 2010

Bismillah, malam ini ada sebuah surat istimewa singgah di atas pintu markaz Tim Tanggap Merapi YPIA. Sebuah surat yang ditulis di atas selembar kertas kardus dari seorang pemberani yang berada di garis depan medan dakwah pengungsian di Stadion Maguwoharjo. Surat ini pun diberi judul yang unik oleh penulisnya ‘POSKO Rumah Sakit TAUHID’ yang mewakili masukan dari sebuah posko relawan dakwah di TPS (Tempat Pengungsian Sementara) Stadion Maguwoharjo, Sleman Yogyakarta.

Sebuah posko yang lebih tepat disebut sebagai musholla darurat peduli pengungsi. Sebuah posko yang sarat dengan jama’ah di waktu-waktu sholat terutama di saat jama’ah sholat maghrib dan ‘isyak. Di sela-sela itulah siraman rohani diberikan oleh para da’i utusan warga kompleks Ma’had Jamilurrahman Bantul dan da’i-da’i lain yang ikut berperan serta. Sudah cukup lama posko ini berdiri dan menjalani aktifitas dakwahnya di tengah berbagai komunitas manusia yang ingin berperan serta dalam meringankan duka para pengungsi.

Apabila banyak orang sangat perhatian dengan urusan perut dan ekonomi, maka posko ini lebih menitikberatkan pada sisi pembinaan rohani bagi para pengungsi. Berbagai bentuk motivasi dan arahan diberikan dalam rangka membentengi kaum muslimin dari kerusakan aqidah dan kelunturan mental akibat deraan musibah yang bertubi-tubi.

Apabila anda berkunjung ke pengungsian ini di kala-kala waktu sholat, maka anda akan melihat sosok seorang pemberani yang mengajak kaum muslimin di pengungsian untuk segera menghadiri sholat jama’ah, demi menyambut kehidupan yang lebih kekal dan abadi. Musibah di dunia ini tidak ada apa-apanya bila dibandingkan siksa neraka di akherat nanti. Itu kurang lebih pesan yang ingin beliau sampaikan kepada para pengungsi dan juga mungkin sebagian relawan yang lalai akan hal ini. Penampilan yang sederhana dan wajah yang ramah serta sikap mudah bergaul membuat beliau dikenal oleh banyak orang di pengungsian ini. Bahkan, Pak Camat Cangkringan pun ‘tunduk’ ketika berhadapan dengan diplomasi via telepon untuk pengadaan kajian umum bagi pengungsi. Begitu pula Bupati yang tidak segan-segan untuk beliau temui demi mengurus pengadaan Sholat Jum’at di lapangan utama namun pada akhirnya keinginan itu tidak terpenuhi.

Sering beliau sampaikan, “Nggawe posko ki gampang… Sing angel kuwi njogo posko ne”. Membuat posko itu mudah, yang sulit adalah memelihara keberlangsungan kegiatan posko. Demikian katanya dengan bahasa yang santai. Inilah ucapan yang dilandasi dengan realita. Betapa banyak orang membuat posko dan memasang spanduk akan tetapi tidaklah berlangsung kegiatannya kecuali sehari atau dua hari saja. Sehingga yang tersisa hanyalah tenda dan bentangan spanduk di sana-sini. Istiqomah dan kontinyu dalam beramal, itulah pesan agung yang tersimpan dalam ungkapan yang beliau sampaikan.

Beliau juga pernah mengatakan, “Kalau ustadznya datang dan pergi [artinya tidak siap di tempat] ya kasihan mad’unya bingung yang mana sih ustadznya?”. Maksudnya adalah ustadz yang bisa mengatasi permasalahan mereka sehari-hari, ustadz yang turun ke lapangan dan memberikan solusi dan motivasi bagi para pengungsi. Memang tidak semua ustadz harus demikian, namun keberadaan seorang yang memiliki kapasitas keilmuan yang cukup dan siap di lapangan tentunya sangat dibutuhkan. Inilah yang sulit untuk ditemukan. Sebagian orang punya semangat, tapi minim ilmu. Sebagian lagi banyak ilmu, tapi kurang semangat atau tidak sempat.

Anda boleh percaya boleh tidak, hampir setiap malam di Maguwo ada pentas musik yang digelar untuk menghibur para pengungsi. Namun, sebagian pengungsi sendiri justru menyayangkan kegiatan ini. Pertama, karena hiburan ini tidak ada artinya, alias tidak memberikan solusi atas masalah yang mereka hadapi. Yang kedua, karena yang banyak ‘menikmati’ hiburan itu sebenarnya bukan para pengungsi, akan tetapi orang-orang luar selain pengungsi. Belum lagi jika kita tinjau dari sisi syari’at, bahwa hiburan semacam ini justru masuk dalam kategori maksiat yang semakin lama akan mengotori dan merusak hati nurani. Oleh sebab itu sang pemberani tadi, kerap menyatakan bahwa kegiatan tersebut sebagai pengganggu ketenangan para pengungsi. Tidak jauh dari kenyataan, karena memang penenang hati insan beriman adalah dengan mengingat dan mengabdi kepada ar-Rahman. Ala bidzikrillahi tathma’innul quluub“Ketahuilah, dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang.”

Akhirnya, kami pun bisa mengerti mengapa sang pemberani di garis depan itu menuliskan surat unik ini, dan di dalamnya beliau menuliskan kebutuhan para pengungsi, sebagai berikut:
– Plastik hijab yang tebal
– Kurma
– Banyak jama’ah yang minta; 1. Jilbab, 2. Sarung, 3. Mukena, 4. Al-Qur’an terjemah
– Hadits Arba’in (yang kecil)
– Galon Air
– Nasi plus air minum diperbaiki menunya (konsumsi kajian ba’da maghrib, pen)
– Pinjaman (buku) Riyadhus Shalihin

Ini artinya, perjuangan belum berhenti [!] Masih panjang jalan yang harus ditempuh demi menebarkan dakwah yang haq ini ke relung-relung kehidupan para pengungsi dan korban bencana erupsi Merapi. Insya Allah dalam beberapa hari ke depan ini Tim Tanggap Merapi akan kembali berkoordinasi untuk memasuki tahap rehabilitasi pasa bencana erupsi Merapi. Apakah anda tidak prihatin, tatkala masjid-masjid kaum muslimin di lereng Merapi telah ‘digarap’ oleh para aktifis umat lain, sementara sebagian kaum muslimin belum bisa berbuat apa-apa untuk mengurusi nasib tempat ibadah saudara-saudara mereka sendiri…? Lalu dimanakah ukhuwwah dan kecintaan itu?

Di sisi lain, ada kabar yang cukup menggembirakan, bahwa pagi hari tadi (Sabtu, 4 Des’ 2010) kami diundang oleh Prof. Hasanu Simon (mantan dekan Fak. Kehutanan UGM, ketua takmir Masjid Al-Kautsar Pogung Baru) di Masjid Al-Kautsar untuk membicarakan rencana program rehabilitasi ini. Di saat itu kami dipertemukan dengan Ustadz Lasiman (yang biasa dipanggil dengan Pak Willy) yang mengasuh sebuah Pondok Diklat keagamaan di Desa Wukirsari Cangkringan (salah satu daerah yang terlanda bencana). Sebuah momen yang tidak kami duga sebelumnya, dan ternyata dari pertemuan ini ada celah baru yang bisa kami masuki. Semuanya berkat taufik dari Allah…

Ke depan, bersama tim ini -Masjid Al-Kautsar dan Pondok Diklat Al-Hawariyyun asuhan Bapak Lasiman, kami -walaupun tidak secara resmi tertulis dalam program kerjasama ini- akan ikut memikirkan proses rehabilitasi masjid dan masyarakat pasca bencana erupsi Merapi, di desa Wukirsari kecamatan Cangkringan pada khususnya dan semoga bisa berkembang ke wilayah yang lainnya. Kami telah sepakat, bahwa kami tidak akan menggunakan bendera partai atau kelompok tertentu yang justru akan mengacaukan proses pembangkitan keadaan umat ini.

Bimbingan dan dukungan dari para asatidz jelas kami butuhkan. Selain itu, bantuan pikiran dan nasehat dari segenap relawan serta dukungan dana dari para dermawan tidak bisa disepelekan. Kita masih ingat ucapan emas Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah, ‘Rubba ‘amalin shaghirin tu’azhzhimuhun niyyah, wa rubba ‘amalin kabiirin tushaghghiruhun niyyah’ artinya; “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niatnya, dan betapa banyak amal besar menjadi kecil karena niatnya.”

Semoga upaya ini bisa menjadi ladang pahala dan menjadi sarana bagi tersebarnya dakwah tauhid dan sunnah kepada saudara-saudara kita di lereng Merapi yang konon katanya dulu adalah daerah binaan komunis dan masih kurang tersentuh oleh tangan para da’i. Beberapa hari yang lalu sempat saya bertanya kepada seorang anak kecil di barak pengungsian Maguwoharjo, “Apa agamamu?”. Apa jawabnya?… Ternyata dia menjawab, “Tidak tahu.” Allahul musta’aan….

Uluran tangan dan kepedulian anda sangatlah berarti bagi keberlanjutan hidup generasi penerus perjuangan umat ini. In tanshurullaaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum. Apabila kalian membela agama Allah, niscaya Allah akan membela kalian dan mengokohkan kaki-kaki kalian. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Menjelang tengah malam, di markaz Tim Tanggap Merapi
Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari
semoga Allah membimbing kami di atas jalan pendahulu kami yang salih

www.muslim.or.id
www.muslimah.or.id
www.ypia.or.id

Bantuan dapat disalurkan ke:

Rekening BNI UGM Yogyakarta
Nomor rekening 0125792540 a.n. Devi Novianti

Rekening Bank Syari’ah Mandiri Cabang 094 Kaliurang Yogyakarta
Nomor rekening 0947008920 a.n. Ginanjar Indrajati Bintoro

Rekening Bank Mandiri Cabang Yogyakarta Gedung Magister 13705
Nomor rekening 137-00-065.4879-2 a.n. Bintoro

Rekening BCA
Nomor rekening 0130537146 a.n. Hanif Nur Fauzi

Bagi anda yang telah berpartisipasi, harap mengkonfirmasikan diri kepada kami melalui sms dengan format sebagai berikut:
Nama/Alamat/TanggalKirim/JumlahUang/RekeningTujuan/Merapi

Ke nomor :
0852 5205 2345 (Wiwit Hardi P.)
atau
0856 4305 2159 (Nizamul Adli)

YM: ypiapeduli@yahoo.com

Atas partisipasi dan perhatian anda kami ucapkan jazaakumullahu khairaan.


Artikel asli: http://abumushlih.com/surat-dari-garis-depan.html/